Rabu, 19 Juni 2013

Assesment Kondisi Kesehatan Lingkungan dan Endemisitas Penyakit Pulau Giliyang



Pengembangan Kawasan Wisata Kesehatan


 

Jika selama ini, Kota Okinawa Jepang  ternama karena mayoritas penduduknya berumur panjang,  ternyata Indonesia juga mempunyai sebuah tempat dengan potensi yang sama. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 2006 mempublikasikan sebuah penelitian yang menyebutkan Pulau Giliyang, sebuah pulau yang masuk wilayah Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep di Pulau Madura adalah salah satu tempat dengan kualitas udara terbaik di dunia. Kandungan oksigen di udaranya mencapai 20.9% dengan LEL (Low Explosive Level) 0.5%.
Umur Harapan Hidup (UHH) penduduknya pun tinggi (80 tahun). UHH tersebut berada di atas rata-rata UHH  Jawa Timur (67 tahun) dan UHH Nasional 72 tahun. Bahkan ada beberapa penduduk yang masuk kategori centurian (berusia di atas 100 tahun) yakni 124 tahun. Tak heran apabila Pemerintah Kabupaten Sumenep dan Provinsi Jawa Timur berencana mengembangkan Pulau Giliyang sebagai Objek Wisata Kesehatan.
Untuk mengetahui gambaran umum dan kualitas lingkungan di Pulau Giliyang dan potensinya sebagai salah satu kawasan wisata sehat, tanggal 1 – 3 Mei 2013, BBTKLPP Surabaya melakukan Assesment Kondisi Kesehatan Lingkungan dan Endemisitas Penyakit di pulau yang dapat ditempuh kurang lebih 1 jam dari  pelabuhan Dungkek, Sumenep tersebut.
Tim melakukan pengukuran kualitas lingkungan (udara ambien, air minum, air bersih, air  laut,  padatan lumpur, vektor, makanan/minuman, dan benthos plankton) maupun perilaku masyarakat di Desa Banraas dan Desa Bancamara. Tujuannya memperoleh gambaran secara tepat tentang kondisi wisata sehat tersebut beserta faktor risiko kesehatannya.

Hasil pemeriksaan pada parameter lapangan diketahui bahwa tingkat kebisingan di Desa Banraas kebisingan 36,4 dBA (memenuhi baku mutu pemukiman 55 dBA), suhu 30,2°C dengan kelembaban 58,1%. Kadar CO2 302 ppm lebih rendah dari rata-rata CO2 di atmosfer 387 ppm serta kadar oksigen 21,5% lebih tinggi dari rata-rata kandungan O2 di atmosfer 20%.
Sedangkan pengukuran di Dusun Baneteng, Desa Bancamara menunjukkan kebisingan 37.8 dBA (memenuhi baku mutu pemukiman), dengan suhu 31.7°C dan kelembaban 59.2%. Kadar CO2 tercatat 313 ppm sedangkan oksigen sebesar 20.9%. Kualitas air minum, air bersih, air laut menunjukkan tingkat keasaman dan suhu yang memenuhi peraturan kesehatan.
Kondisi kesehatan masyarakat Giliyang diukur dengan kadar gula dan tekanan darah. Responden di Desa Banraas berjumlah 10 orang semuanya perempuan dengan usia antara 65 – 124 tahun.  Tekanan darah mayoritas (80%) responden  masuk kategori normal, yaitu  berkisar antara   84 – 121 mg/L.  Tekanan darah responden hampir imbang antara yang rendah dan tinggi, yaitu tekanan darah di bawah normal  (110/70 - 120/90) sebesar 60% responden, sedangkan 40% responden memiliki tekanan darah melebihi batas normal (150/90 – 210/120).
Pengukuran kondisi kesehatan masyarakat di Desa Bancamara dilakukan pada 11 responden yang terdiri atas 18% laki-laki dan 82% perempuan berusia antara 38-124 tahun. Mayoritas responden (82%) masuk kategori gula darah normal. Sedangkan pengukuran tekanan  darah menunjukkan, 36% responden masuk kategori di bawah normal, 27% responden memiliki tekanan darah normal, dan 37% respoden memiliki tekanan darah melebihi batas normal (150/60 – 190/90). 

Kesadaran akan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Penduduk Giliyang masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih banyaknya penduduk yang belum memiliki jamban dan lebih suka BAB di WC cemplung di halaman belakang. Masih banyak penduduk yang tidak mempunyai saluran pembuangan akhir. Sumber air minum dan air bersih diambil dari sumur gali dan dikonsumsi langsung. Sampah dibuang di halaman dan dibakar.
Makanan pokok adalah nasi jagung dengan ikan laut dan sayur daun kelor. Pisang dan pepaya adalah buah-buahan yang kerap dikonsumsi. Perilaku sehat lain adalah kebiasaan masyarakatnya berjalan kaki tanpa alas untuk jarak dekat maupun jauh.
Gambaran umum tersebut akan disampaikan sebagai rekomendasi dan pertimbangan kepada Pemkab Sumenep selaku pengelola kawasan wisata serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar dapat meminimalisir risiko kesehatan yang kemungkinan diperoleh dari tempat wisata tersebut. 

Jika rencana Pemda menjadikan Pulau Giliyang sebagai obyek wisata kesehatan terwujud,  diperlukan kebijakan pelestarian dan mencegah pencemaran lingkungan. Kebijakan tersebut antara lain aturan tanpa kendaraan bermotor dan menggunakan sepeda atau kereta kuda. Infrastruktur pendukung objek wisata juga perlu dikembangkan seperti dermaga yang representatif, transportasi ke dan dari pulau yang terjadwal, dan perbaikan jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar