Pengembangan Kawasan
Wisata Kesehatan
Jika selama ini, Kota Okinawa Jepang
ternama karena mayoritas penduduknya berumur panjang, ternyata Indonesia juga mempunyai sebuah tempat
dengan potensi yang sama. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 2006
mempublikasikan sebuah penelitian yang menyebutkan Pulau Giliyang, sebuah pulau
yang masuk wilayah Kecamatan Dungkek, Kabupaten Sumenep di Pulau Madura adalah salah satu tempat dengan
kualitas udara terbaik di dunia. Kandungan oksigen di udaranya mencapai 20.9%
dengan LEL (Low Explosive Level) 0.5%.
Umur
Harapan Hidup (UHH) penduduknya pun tinggi (80 tahun). UHH tersebut berada di
atas rata-rata UHH Jawa Timur (67 tahun)
dan UHH Nasional 72 tahun. Bahkan ada beberapa penduduk yang masuk kategori
centurian (berusia di atas 100 tahun) yakni 124 tahun. Tak heran apabila
Pemerintah Kabupaten Sumenep dan Provinsi Jawa Timur berencana mengembangkan
Pulau Giliyang sebagai Objek Wisata Kesehatan.
Untuk
mengetahui gambaran umum dan kualitas lingkungan di Pulau Giliyang dan
potensinya sebagai salah satu kawasan wisata sehat, tanggal 1 – 3 Mei 2013,
BBTKLPP Surabaya melakukan Assesment Kondisi
Kesehatan Lingkungan dan Endemisitas Penyakit di pulau yang dapat ditempuh
kurang lebih 1 jam dari pelabuhan
Dungkek, Sumenep tersebut.
Tim
melakukan pengukuran kualitas lingkungan (udara ambien, air minum, air bersih,
air laut, padatan lumpur, vektor, makanan/minuman, dan
benthos plankton) maupun perilaku masyarakat di Desa Banraas dan Desa
Bancamara. Tujuannya memperoleh gambaran secara tepat tentang kondisi wisata
sehat tersebut beserta faktor risiko kesehatannya.
Hasil
pemeriksaan pada parameter lapangan diketahui bahwa tingkat kebisingan di Desa
Banraas kebisingan 36,4 dBA (memenuhi baku mutu pemukiman 55 dBA), suhu 30,2°C dengan kelembaban 58,1%. Kadar
CO2 302 ppm lebih rendah dari rata-rata CO2 di atmosfer 387
ppm serta kadar oksigen 21,5% lebih tinggi dari rata-rata kandungan O2
di atmosfer 20%.
Sedangkan pengukuran di Dusun Baneteng, Desa Bancamara menunjukkan kebisingan 37.8
dBA (memenuhi baku mutu pemukiman), dengan suhu 31.7°C dan kelembaban 59.2%. Kadar CO2 tercatat 313 ppm sedangkan oksigen sebesar 20.9%. Kualitas air minum, air
bersih, air laut menunjukkan tingkat keasaman dan suhu yang memenuhi peraturan
kesehatan.
Kondisi kesehatan masyarakat
Giliyang diukur dengan kadar
gula dan tekanan darah. Responden di Desa Banraas berjumlah 10 orang semuanya perempuan
dengan usia antara 65 – 124 tahun. Tekanan
darah mayoritas (80%) responden masuk
kategori normal, yaitu berkisar antara 84 – 121 mg/L.
Tekanan darah responden hampir imbang
antara yang rendah dan tinggi, yaitu tekanan
darah di bawah normal (110/70 - 120/90) sebesar 60% responden,
sedangkan 40% responden memiliki tekanan darah melebihi batas normal (150/90 – 210/120).
Pengukuran kondisi kesehatan masyarakat di Desa
Bancamara dilakukan pada 11 responden yang terdiri atas 18% laki-laki dan 82% perempuan berusia antara 38-124 tahun. Mayoritas responden (82%)
masuk kategori gula darah normal. Sedangkan pengukuran tekanan darah menunjukkan, 36% responden masuk
kategori di bawah normal, 27%
responden memiliki tekanan darah normal, dan 37% respoden memiliki tekanan darah melebihi batas
normal (150/60
– 190/90).
Kesadaran akan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Penduduk Giliyang masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut ditunjukkan dengan
masih banyaknya penduduk yang belum memiliki jamban dan lebih suka BAB di WC
cemplung di halaman belakang. Masih banyak penduduk yang tidak mempunyai
saluran pembuangan akhir. Sumber air minum dan air bersih diambil dari sumur
gali dan dikonsumsi langsung. Sampah dibuang di halaman dan dibakar.
Makanan pokok adalah nasi
jagung dengan ikan laut dan sayur daun kelor. Pisang
dan pepaya adalah buah-buahan yang kerap dikonsumsi. Perilaku sehat lain adalah
kebiasaan masyarakatnya berjalan kaki tanpa alas untuk jarak dekat maupun jauh.
Gambaran
umum tersebut akan disampaikan sebagai rekomendasi dan pertimbangan kepada
Pemkab Sumenep selaku pengelola kawasan wisata serta Pemerintah Provinsi Jawa
Timur agar dapat meminimalisir risiko kesehatan yang kemungkinan diperoleh dari
tempat wisata tersebut.
Jika
rencana Pemda menjadikan Pulau Giliyang sebagai obyek wisata kesehatan
terwujud, diperlukan kebijakan pelestarian
dan mencegah pencemaran lingkungan. Kebijakan tersebut antara lain aturan tanpa
kendaraan bermotor dan menggunakan sepeda atau kereta kuda. Infrastruktur
pendukung objek wisata juga perlu dikembangkan seperti dermaga yang
representatif, transportasi ke dan dari pulau yang terjadwal, dan perbaikan
jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar