Sabtu, 29 Juni 2013

Untuk Air Minum Berkualitas dan Terlindung di Indonesia

Assesment Pendahuluan Water Safety Plans

Air minum yang berkualitas dan terlindung menjadi kebutuhan dasar masyarakat dan merupakan salah satu strategi pencapaian tujuan MDGs ke 7.  Untuk itu, WHO meluncurkan program Water Safety Plans (WSP). Dalam kaitannya, WHO memilih dua daerah dari empat wilayah nominasi untuk dijadikan daerah percontohan WSP di Indonesia.

BBTKLPP Surabaya bersama dengan perwakilan WHO dan Direktorat Penyehatan Lingkungan Ditjen PPPL Kemenkes RI dan WHO melakukan pendampingan program Water Safety Plans. BBTKLPP Surabaya mendampingi daerah yang masuk dalam wilayah kerjanya, yaitu Kabupaten Lamongan, Malang, dan Sumba Barat. Kabupaten Demak, Jawa Tengah menjadi daerah di luar wilker yang menjadi nominasi.

Kegiatan pendampingan WSP di Lamongan diselenggarakan pada 22 Februari. Sasarannya adalah HIPPAM di Desa Deket  Agung, Kecamatan Sugio. Sedangkan di Malang diselenggarakan di Kecamatan Pagelaran. Sumber air di desa selatan Kabupaten Malang ini dikelola oleh Badan Pengelola Sarana Air Bersih dan Sanitasi (BPSAB dan S) WSLIC-2 Sumber Maron. Screening WSP di Sumba Barat diselenggarakan  pada  28 Februari - 2 Maret 2013 di Desa Homba Karipit, Kec. Kodi Utara kepada pengelola sumber air Badan Pengurus Sarana Air Bersih (BPSAB) Wai Kanuru Mopir.

Kegiatan pendampingan meliputi screening WSP di daerah nominasi berupa survei dan wawancara.  Tim WSP dibantu instansi pendukung dan stake holder mengumpulkan informasi mengenai pengelolaan air di daerahnya kepada organisasi pengelola sarana penyediaan air minum dan konsumsi air kepada masyarakat pengguna sarana penyediaan air minum. Screening didukung dinas provinsi, dinas kesehatan kabupaten, dan dinas PU setempat.

Informasi yang digali setidaknya meliputi dua aspek yaitu: aspek managemen dan teknis. Aspek managemen meliputi bagaimana pihak pengurus melakukan pengelolaan secara administrasi dan pendanaan, sedangkan aspek teknis meliputi bagaimana pihak pengurus mengolah kualitas air dengan menggunakan prinsip pengolahan air sesuai dengan permasalahan kualitas sumber air yang ada.

WSP merupakan program WHO untuk menjaga keamanan penyediaan air minum, mulai dari sumber, pengolahan, distribusi,  sampai terhidang dan siap diminum konsumen. Program meliputi kerjasama seluruh stake holder di bidang penyediaan air minum dan konsumen. Penerapan manajemen kualitas air minum yang baik diharapkan memberi daya ungkit pada pencapaian tujuan pembangunan millenium poin tujuh, yaitu mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat pada tahun 2015. 

Jumat, 28 Juni 2013

Sosialisasi Zona Integritas (ZI) dan Persiapan Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di BBTKLPP Surabaya


Reformasi Birokrasi (RB) marak didengungkan di berbagai Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah. Birokrasi yang lambat dan ingin dilayani pun menjadi tak laku lagi di situasi pemerintahan yang dituntut untuk merubah paradigma berpikir secara signifikan dan bersih KKN.
Pembangunan ZI menuju WBK merupakan salah satu program percepatan RB yaitu peningkatan transparansi dan akuntabilitas aparatur sebagai upaya mewujudkan birokrasi berintegritas tinggi.
Reformasi Birokrasi harus menjadi semangat dan dilaksanakan oleh setiap individu di K/L/Provinsi/Kabupaten/Kota, termasuk PNS di lingkungan BBTKLPP Surabaya. Oleh karena itu, pada 13 Mei 2013 diadakan sosialisasi ZI dan WBK yang dihadiri oleh seluruh pegawai BBTKLPP Surabaya. Sosialisasi sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dan dibawakan oleh Kepala BBTKLPP Surabaya, Zainal Ilyas Nampira, SKM.,M.Kes dan Kepala Bagian TU BBTKLPP Surabaya, Ir. Deni Mulyana, M.Kes
Kepala BBTKLPP Surabaya dalam paparannya menjelaskan ZI adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu K/L/Provinsi/Kabupaten/Kota yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan melayani. WBK adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja pada Zona Integritas yang memenuhi syarat indikator mutlak dan memperoleh hasil penilaian indikator operasional di antara 80 dan 90.
Untuk mewujudkan WBK, perlu lebih dahulu dibangun ZI, yang diawali dengan pernyataan komitmen bersama untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme melalui penandatanganan dokumen pakta integritas. Pembangunan Unit Kerja ZI diharapkan dapat  menjadi model pencegahan korupsi yang lebih efektif, karena pada Unit Kerja ZI inilah dilakukan berbagai upaya pencegahan korupsi secara konkrit dan terpadu.
BBTKLPP Surabaya ditunjuk sebagai satker Ditjen PPPL yang akan dinilai untuk memperoleh predikat WBK berdasarkan surat Direktur Jenderal PP dan PL nomor : TU.09.02/D/I.4/5630/2012 tanggal 6 November 2012.
Ada 15 indikator yang harus dipenuhi, antara lain pakta integritas, laporan harta kekayaan (LHKPN), pemenuhan akuntabilitas kinerja dan pelaporan keuangan, kode etik khusus, penerapan whistle blower system, pengenalian gratifikasi, e-procurement, keterbukaan informasi publik, dll.
Untuk mewujudkan WBK di lingkunggan BBTKLPP Surabaya beberapa langkah yang diambil yaitu
meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik, . Selain itu, meningkatkan Kualitas Pelayanan Kepegawaian serta Peningkatan Perkantoran dan Laboratorium.
Sebagai penutup, Kepala BBTKLPP Surabaya berpesan kepada seluruh pegawai agar tidak takut pada hal baru dan perubahan yang terjadi. Sebagai pegawai, hendaklah mengambil peran aktif dalam perubahan yang terjadi dalam organisasi dimana dia bekerja.

Selain Sosialisasi ZI dan WBK, agenda pertemuan pegawai BBTKLPP Surabaya juga mencakup Sosialisasi SKP (Sistem Kinerja Pegawai), Sosialisasi SBU (Standart Biaya Umum) tahun 2013, dan Sosialisasi PP Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kamis, 27 Juni 2013

BBTKLPP SURABAYA LAKUKAN SKD KERACUNAN MAKANAN

Pastikan Keamanan Makanan Pada Rakerkesnas Wilayah Indonesia Tengah

Surabaya menjadi tuan rumah Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Regional Tengah. Kegiatan yang diselenggarakan  1 – 3 April 2013 di The Empire Palace tersebut dihadiri kurang lebih 750 orang  berasal dari 10 provinsi di Indonesia bagian tengah. Juga hadir Menteri Kesehatan serta jajaran pejabat Kementerian Kesehatan RI. Menghadapi situasi khusus yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tersebut, BBTKLPP Surabaya melakukan pemantauan pendahuluan faktor risiko keracunan makanan pada situasi Matra.
 Tim BBTKLPP Surabaya bersama Tim dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan  (BBLK) Surabaya melakukan pemeriksaan air bersih, es batu, usap tangan, dan usap alat makan. Adapun  usap  rectal diperiksa oleh BBLK. 
Usap rectal dan usap tangan penjamah makanan dilakukan pada 19 petugas dapur, termasuk seorang Chef Chinese Food. Adapun air besih diambil di kran dapur dan air PDAM yang telah diolah (RO). Sedangkan usap alat makan diperiksa dari piring dan sendok yang dipakai pada saat acara.  Parameter air bersih diperiksa berdasarkan parameter Permenkes No, 416 Tahun 1990, sedangkan usap tangan dan alat makan untuk mengetahui keberadaan bakteri E.coli. Pada kesempatan ini disarankan kepada pihak hotel untuk merekrut karyawan yang telah memiliki sertifikat sehat sebagai penjamah makanan.

Pada saat Rakerkesnas berlangsung, direncanakan akan dilakukan pemantauan rutin makanan terhadap beberapa parameter yaitu : sianida, nitrit, E.coli, dan Staphylococcus. Selain itu Tim PTM BBTKLPP Surabaya juga mendapat tugas siap jaga dengan kendaraan khusus (Ransus) di lokasi, dengan beberapa pemeriksaan yaitu kadar gula darah, asam urat, trigliserida, cholesterol, uji cotinin urine (nikotin), dan tekanan darah.

Rabu, 26 Juni 2013

Investigasi KLB Leptospirosis di Kabupaten Sampang


Banjir akibat meluapnya Kali Kemoning yang menghantam Sampang 8 April lalu berbuntut panjang, dengan terjadinya KLB Leptospirosis. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang  terjadi 44 kasus dan 7 kematian akibat leptospirosis yang disebabkan bakteri leptospira yang ada di urin dan kotoran tikus tersebut. BBTKLPP Surabaya telah menurunkan tim investigasi KLB Leptospirosis pada 1 – 3 Mei lalu. Tim melakukan serangkaian kegiatan pengendalian dan penanganan KLB bersama dengan tim kesehatan pusat yang berasal dari subdit zoonosis, subdit surveilans, dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (BBP2VRP) Salatiga, dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Tim gabungan dibagi tiga kelompok. Masing-masing menangani kegiatan khusus yang saling mendukung dalam mengendalikan penyakit potensial wabah tersebut. Kelompok pertama adalah tim surveilans manusia terdiri atas  BBTKL PP Surabaya, Subdit Zoonosis, Subdit Surveilans, dan B2P2VRT Salatiga serta Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Tim pertama bertugas menemukan suspek atau penderita di pusat pelayanan kesehatan, konfirmasi tatalaksana penderita dii RSUD Sampang, pelacakan kasus tambahan, dan pengambilan spesimen darah manusia untuk memastikan diagnosa dan serovar bakteri leptospira.
Tim kedua menangani faktor risiko lingkungan. Tim yang terdiri atas BBTKL PP Surabaya dan B2P2VRT Salatiga  melakukan pemetaan lokasi kasus dan vektor penyakit, pemasangan trap dan penangkapan tikus, pengukuran variabel lingkungan serta pengambilan sampel lingkungan  di wilayah kerja Puskesmas Rohbatal dan Banyu Anyar.
Adapun tim ketiga bertanggungjawab pada pembedahan tikus. Proses ini untuk mengindetifikasi jenis tikus, mengambil spesimen ginjal dan memeriksanya dengan metode PCR untuk memastikan ada tidaknya bakteri Leptospira,  dan mengetahui serovar bakteri dalam ginjal tikus.

Secara khusus, tim BBTKLPP Surabaya memberikan bantuan logistik kepada Dinas Kesehatan Sampang berupa personal hygiene kit, focus diagnostic Leptospirosis, desinfektan , Chlor diffuser. BBTKLPP Surabaya juga melakukan pendampingan kepada Sanitarian Puskesmas Kecamatan Sampang yaitu  Puskesmas Kamoning dan Banyu Anyar, melakukan kegiatan desinfeksi dilokasi terkena dampak banjir dalam rangka memutus mata rantai penularan penyakit Leptospirosis.

Selasa, 25 Juni 2013

Penerapan PHBS, Kurangi KLB di Pondok Pesantren


Pondok pesantren masih menjadi salah satu tempat yang rentan Kejadian Luar Biasa berbagai penyakit menular. Salah satunya adalah Penyakit Hepatitis A. Hal tersebut terungkap dengan adanya laporan KLB Hepatitis A di salah satu pondok pesantren di daerah Kraton, Pasuruan. Laporan W1 dari puskesmas setempat menunjukkan adanya suspek KLB Hepatitis A pada tanggal 8 Pebruari 2013. Rendahnya kebiasaan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi salah satu penyebab utama.
Menanggapi laporan tersebut BBTKLPP Surabaya pada 9 – 10 Pebruari 2013 bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan dan Puskesmas setempat melakukan penyelidikan epidemiologi (PE).
PE dilakukan untuk memastikan kebenaran kejadian KLB, menentukan jenis KLB, penyebab, sumber penularan, jumlah penderita, luas wilayah sebaran, dan lama kejadian KLB. Selain juga untuk mencari penderita tambahan dan melakukan intervensi guna penanggulangan  KLB  penyakit yang disebabkan virus hepatitis A (HAV) tersebut.
Kasus Hepatitis di ponpes tersebut telah terjadi selama dua bulan. Kasus pertama tercatat mulai
terjadi pada 16 Desember 2012. Berdasarkan data yang diperoleh dari balai pengobatan pondok
pesantren sampai tanggal 9 Februari 2013 telah dilaporkan sebanyak 205 suspek dengan gejala
Hepatitis A. Gejala klinis yang dialami suspek menjadi dasar penemuan kasus baik lama maupun
baru. Dikatakan suspek hepatitis A apabila:
1.  Terdapat gejala klinis (demam, mual/muntah, nafsu makan menurun) dan kenaikan titer SGOT/PT > 100.
2.  Terdapat gejala klinis ( demam, mual/muntah, nafsu makan menurun , mata kuning dan ikterus ) meskipun  tidak ada kenaikan titer SGOT/PT.
Penyelidikan KLB dilakukan secara epidemilogi deskriptif dimana penetapan KLB berdasarkan distribusi kasus menurut variabel tempat, orang dan waktu. Selain menemukan kasus, tim BBTKLPP Surabaya juga mengambil spesimen darah untuk mendapatkan kepastian diagnosa, spesimen air bersih dan air badan air untuk menemukan faktor risiko, melakukan pengamatan higiene sanitasi dan  melakukan intervensi untuk pengendalian faktor risiko lingkungan yang ditemukan.
Hasil penyelidikan menunjukkan budaya kebersihan di Ponpes yang dihuni sekitar 6650
santri putra dan putri tersebut kurang mencerminkan Pola Hidup Bersih dan Sehat. Kebiasaan yang bisa menjadi faktor risiko kejadian Hepatitis A, yaitu :
1. Kebiasaan MCK di sungai yang berada disepanjang pondok, Hal tersebut diakibatkan  jumlah Kamar mandi/jamban yang disediakan seimbang dengan jumlah santri. 
2. Kebiasan santri setelah BAB tidak mencuci tangan dengan sabun sehingga potensi penularan virus dapat terjadi.  
3. Kebiasaan minum air langsung dari kran /sumber air baku yang belum dimasak.
4. Kebutuhan makanan santri sebagian disediakan kantin/ dapur umum Pondok pesantren selebihnya tersedia warung/pkl warga yang berdiri di sekitar Pondok pesantren.
                

Hepatitis A merupakan Food and water borne disease, dimana makanan dan minuman merupakan media penularan Hepatitis A.
Tanggal 17 Desember 2012 merupakan awal kejadian/index case yang diderita seorang santri. Sebelum sakit siswa tersebut dalam satu bulan terakhir tidak bepergian, tetapi beberapa waktu sebelumnya mendapat kiriman makanan dari kunjungan orang tua sehingga kemungkinan tertular dari luar karena makanan kiriman tersebut.  Puncak
kasus terjadi pada tanggal 2 Februari 2013 berjumlah 65 kasus.
KLB hepatitis A bersifat common source (kasus yang terjadi karena paparan terhadap sumber yang sama dan umum) namun dengan adanya paparan berminggu-minggu atau hampir 2 bulan yang terjadi terus-menerus berakibat periode KLB akan bertambah lama. Hal tersebut dimungkinkan karena faktor risiko yang erat kaitannya dengan higiene dan sanitasi. Kasus terjadi 13 asrama putra. Kasus terbanyak terjadi pada asrama  J, kemudian menyebar pada asrama H, B, C, D, A, K. Kasus pertama/index case merupakan penghuni asrama J. Kebutuhan air bersih 6  asrama tersebut disuplai oleh  tandon yang sama (Gedung L) dan disediakan dalam bentuk  bak/kula yang dipakai bersama untuk mandi, cuci, dan wudhu. Perkembangan kasus terakhir pada minggu 7 - 8 menyebar ke seluruh asrama.
Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin menunjukkan suspek lebih banyak berjenis kelamin  laki-laki (91 %). Adapun umur 16 – 20 tahun sebanyak 88 kasus. Jumlah kasus ini bisa bertambah dengan adanya jumlah kasus yang tak tercatat (tanpa keterangan sex/umur/asal asrama).
Hasil pengujian lingkungan merupakan indikator kualitas sanitasi maupun higiene perorangan santri dan pengelola pondok pesantren.  Adapun specimen lingkungan yang diambil meliputi air bersih sebagai air baku minum dan air badan air. Hasil uji mikrobiologi pada sampel air yang diambil dari tandon di Gedung A/B berasal dari sumber air di gedung L. Hasilnya menunjukkan air telah tercemar bakteri E. Coli. Demikian pula sumber air lainnya dari sampel air yang diuji menunjukkan telah tercemar bakteri E. Coli, kecuali air dari dapur umum putra dan putri serta air sumber yang berasal dari Banad II ( Ponpes Putri ).
Keberadaan bakteri E Coli merupakan indikator pencemaran air melalui tinja. E. Coli adalah flora normal di usus besar manusia. Penyakit hepatitis A menular melalui mekanisme fecal –oral, dimana kuman dapat ditemukan pada tinja sejak 1 – 2 minggu sebelum muncul gejala dan menurun setelah gejala hilang. Proses penularan Hepatitis lebih cepat dihubungkan dengan kebiasaan seorang santri carrier/sakit hepatitis mandi bersama di sungai. Sumber penularan hepatitis A yang lain adalah makanan yang tercemar. Pencemaran dapat terjadi karena penjamah makanan , serta makanan dan minuman yang tidak dimasak. Adapun hasil pemeriksaan air badan air menunjukkan semua parameter memenuhi batas syarat air badan air kelas III.
Penyelidikan epidemiologi menunjukkan air menjadi salah satu media penularan. Oleh karena itu langkah intervensi dilakukan dengan perbaikan kualitas air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari (MCK) para santri dengan memberikan bubuk kaporit dan Chlor Diffuser pada sumber air baku yang berfungi sebagai desinfektan. Lokasi sumber air yang diberi desinfektan antara lain dapur dan masjid.
Mencermati kebiasaan higiene sanitasi yang menjadi faktor risiko terjadinya KLB Hepatitis A, tim merekomendasikan pengawasan terhadap media penularan penyakit hepatitis (makanan dan air). Hygiene dan sanitasi terhadap pengelola makanan (PKL/warung) yang berada diluar ponpes untuk mengetahui kemungkinan adanya penyebaran penyakit diluar lingkungan pondok perlu diawasi. Perlu dilakukan pemutusan mata rantai penularan berupa pembersihan semua tandon dan pemberian kaporit dengan dosis tepat secara rutin. Merubah kebiasaan higiene sanitasi perorangan santri dan penjamah makanan perlu dilakukan dengan terus membiasakan mengkonsumsi air minum yang sudah dimasak terlebih dahulu.
Supaya kejadian di masa yang akan datang dapat dicegah perlu rencana tindak lanjut. Sistem penyediaan air yang sebelumnya menggunakan bak mandi/kolah harus dirubah dalam bentuk pancuran sehingga air terus mengalir dan berganti. Penyediaan jaringan perpipaan lengkap dengan kran tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun  yang diletakkan di dapur, kamar mandi/jamban , tempat wudhu dan dekat sungai. Agar makanan santri lebih bersih, perlu disediakan ruangan berlantai/ubin yang layak. Penyediaan teknologi tepat guna pengolah air bersih/minum untuk mengolah sumber air baku bagi kebutuhan Ponpes, dengan mempertimbangkan kapasitas dan kontiunitas terbesar dari sumber air baku.



Sabtu, 22 Juni 2013

Pertemuan Jejaring dan Kemitraan Dukung Percepatan Pencapaian MDG’s 2015





Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE  menyambut baik penyelenggaraan Pertemuan Penyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan BBTKLPP Surabaya tahun 2013. Dalam arahannya  Dirjen PP dan Pl menilai pertemuan tahunan BBTKLPP Surabaya tersebut sejalan dengan rekomendasi Rakerkesnas Regional Tengah, salah satunya percepatan pencapaian Millenium Development Goals (MDS’s) 6 dan 7.
Pertemuan yang diselenggarakan di Hotel Singgasana, 3 – 5 April tersebut mengundang Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di empat wilayah kerja BBTKLPP Surabaya, UPT Vertikal, lintas sektoral, dan mitra kerja (WHO, IUWASH, WSP, PDAM). Kegiatan dirangkai penandatanganan MOU dengan Perguruan Tinggi (FKM Universitas Airlangga) dan Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga serta pameran Teknologi Tepat Guna MDG’s.  Pertemuan dengan para mitra kerja tersebut merupakan wujud nyata sinergi dan kemitraan untuk peningkatan kinerja pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Dirjen mengharapkan pertemuan menghasilkan rencana tindak lanjut yang sifatnya operasional, dapat dikerjakan, dan terukur.

Sebagai UPT yang berada  di bawah dan bertanggungjawab kepada Ditjen PP dan PL, BBTKLPP Surabaya mempunyai tugas untuk turut mensukseskan program kerja direktoratnya, terutama pada MDG 6 (Memerangi HIV/AIDS, Malaria,dan Penyakit Menular lainnya) dan MDG 7 (Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup). Tercatat pencapaian MDGs di empat provinsi wilayah kerja BBTKLPP Surabaya (Jawa Timur, Bali, NTB, NTT) terus meningkat, namun masih di bawah target. Dirjen menilai perlu kerja keras dan kerja cerdas semua pihak untuk bisa mencapainya.
Dirjen menyampaikan lima hal yang menjadi panduan umum untuk meningkatkan kinerja Program PP dan PL untuk mencapai sasaran RPJMN 2010 – 2014 dan MDGs 2015. Pertama : terus meningkatkan mutu kerja dengan terus belajar, selalu berupaya melakukan terobosan dan hal baru, tidak hanya business as usual. Kedua, selalu bekerja sesuai aturan yang ada dengan menguasai dan mematuhi seluruh aturan dengan baik dan didukung konsultasi ahli.

Ketiga membina kerjasama tim di masing-masing unit kerja, dengan melakukan semua siklus manajemen SDM dengan baik, membina hubungan SDM secara kekeluargaan dalam bentuk spiritual, seni, dan budaya.
Keempat, membina dan terus meningkatkan kemitraan dengan para pemangku kepentingan dalam bentuk kemitraan dengan seluruh jajaran kesehatan pusat dan daerah, Kementerian terkait dan Pemda, serta dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, media massa dan kelompok lainnya.
Kelima, menjalankan program nasional yang menjadi tugas Kementerian Kesehatan, termasuk memenuhi target MDG’s, indikator RPJMN dan Renstra, serta bekerja sesuai Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Turut hadir Sekretaris Jenderal PP dan PL, Direktur Penyehatan Lingkungan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, dan Kepala ITD Unair. PertemuanPenyusunan Rencana Pelaksanaan Kegiatan BBTKLPP Surabaya Tahun 2013 menghasilkan enam pokok kesepakatan. Kesepakatan tersebut diantaranya komitmen bersama antara BBTKLPP Surabaya dengan peserta untuk melaksanakan rencana kerja terpadu yang telah diskusikan bersama.
Selama acara berlangsung  juga digelar Pameran Teknologi Penyehatan Lingkungan. Pameran diikuti tujuh peserta yang berasal dari mitra kerja, distributor peralatan di bidang kesehatan lingkungan, maupun dari BBTKLPP Surabaya sendiri. Peserta yaitu Sekretariat STBM Nasional, Direktorat PL; APPSANI; Pokja STBM Kelurahan Petemon Surabaya; Badan Pengelola Sarana Air Bersih dan Sanitasi (BPSAB & S : WSLIC 2) Sumber Maron, juga Instalasi Media Informasi Humas dan Perpustakaan dan Pengembangan TTG BBTKLPP Surabaya; dan PT Indo Tekhno Plus. Peserta pameran mengeluarkan teknologi tepat guna penyehatan lingkungan andalan masing-masing. 

Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Tim Kesehatan. Menggunakan mobil operasional khusus, tim beranggotakan dr. Teguh Mubawadi, Efi Sriwahyuni, dan Sugiyono melakukan pemeriksaan faktor risiko penyakit tidak menular (PTM). Bertempat di depan ruang pertemuan Amarta, tim siap melakukan  pemeriksaan tekanan darah dan kadar gula  darah acak, serta pengobatan secara umum. Disediakan juga media penyuluhan berupa screen yang menampilkan informasi  PTM, diantaranya hipertensi,  diabetes, jantung, dan PPOK.

Jumat, 21 Juni 2013

Tim TTG Pasang Alat Penjernih Air





Dalam rangka mendukung salah satu program MDG’s 2010-2014 yaitu semua penduduk punya akses terhadap air minum berkualitas, Tim TTG BBTKLPP Surabaya pada tanggal 15 Maret 2013 memasang alat penjernih air di Pondok Pesantren Mas Kumambang, yang berlokasi di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Gresik. Pondok pesantren pimpinan Drs. KH Fatihudin Munawir, M.Ag. ini dihuni oleh 2234 orang santri
            Selama ini para santri dan pengurus Ponpes memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih dari sumur bor yang dimasukkan melalui pompa ke unit pengolah RO, dari unit RO  dimasukkan ke tandon kemudian disalurkan ke ruangan para santri.
 
            Setelah  mendapat bantuan dari BBTKLPP Surabaya, air dari sumur bor dialirkan ke alat penjernih air (bantuan BBTKLPP Surabaya) lebih dahulu sebelum masuk ke unit pengolah RO.

Dengan adanya bantuan alat penjernih air ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas air di lingkungan pondok pesantren. Bagi Tim PTTG, pemasangan alat ini adalah yang ke 32 sejak tahun 2002
Add caption

Kamis, 20 Juni 2013

Kunjungan Kerja Wakil Menteri Kesehatan RI ke Kabupaten Lamongan





Wakil Menteri (Wamen) Kesehatan RI, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti melakukan Kunjungan Kerja ke Lamongan Selasa 12 Maret 2013. Bersama Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, Wamen menghadiri panen raya jagung sehat dan ramah lingkungan. Kepala BBTKLPP Surabaya dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim juga turut mendampingi.
Acara dirangkai dengan kunjungan ke Balai Pengobatan Muhammadiyah dan Puskesmas Perawatan di Kecamatan Paciran. Pada kesempatan yang sama, Tim PTM BBTKLPP Surabaya turut melakukan penyuluhan dan pelayanan deteksi dini penyakit tidak menular menggunakan mobil operasional lapangan.
Panen raya jagung sehat dan ramah lingkungan dilakukan di areal perkebunan milik anggota Kelompok Tani Ketan Siam, yang menanam varietas baru jagung ramah lingkungan tanpa menggunakan bahan kimia. Keunggulan lainnya, tongkol berbiji banyak dengan ukuran besar. Pada acara yang juga dihadiri Bupati Lamongan tersebut, wamen mengapresiasi komitmen petani menghasilkan pangan bermutu yang menyehatkan. Wamen mengharapkan konsumsi jagung sehat diutamakan bagi kebutuhan rumah tangga petani dan tidak semua hasilnya dijual. 

Dalam kunjungan Wamen ke Balai Pengobatan (BP) Muhammadiyah, beliau mengungkapkan angka hipertensi di Kabupaten Lamongan berdasarkan Riskesdas 2007 mencapai 40 persen. Angka tersebut menunjukkan tekanan darah 4 dari 10 orang Lamongan melebihi batas normal (> 120 / 80 mm/Hg menurut klasifikasi tekanan darah JNC VII, 2003).  Wamen mengarahkan agar BP yang telah berdiri sejak 2010 tersebut menambahkan upaya promotif dan preventif antara lain dengan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan serta pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM). Sebagai upaya mendukung kegiatan PTM, ditjen PPPL yang pada kesempatan tersebut diwakili oleh Direktur PPTM, Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes, menyerahkan bantuan lima set Posbindu Kit.

Berikutnya adalah kunjungan ke Puskesmas Perawatan Paciran. Kedatangan beliau disambut oleh Kadinkes. Kab. Lamongan serta Ka.Puskesmas Paciran. Wamen meninjau langsung kondisi fisik dan pelayanan Puskesmas serta menyempatkan diri berdialog dengan pasien tentang pelayanan kesehatan yang diterima. Wamen bersama Direktur PPTM menutup acara dengan pemberian 2 set Posbindu Kit.