Pondok
pesantren masih menjadi salah satu tempat yang rentan Kejadian Luar Biasa
berbagai penyakit menular. Salah satunya adalah Penyakit Hepatitis A. Hal
tersebut terungkap dengan adanya laporan KLB Hepatitis A di salah satu pondok
pesantren di daerah Kraton, Pasuruan. Laporan W1 dari puskesmas setempat
menunjukkan adanya suspek KLB Hepatitis A pada tanggal 8 Pebruari 2013. Rendahnya
kebiasaan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi salah satu penyebab utama.
Menanggapi
laporan tersebut BBTKLPP Surabaya pada 9 – 10 Pebruari 2013 bersama Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan dan Puskesmas
setempat melakukan penyelidikan epidemiologi (PE).
PE
dilakukan untuk memastikan kebenaran kejadian KLB, menentukan jenis KLB,
penyebab, sumber penularan, jumlah penderita, luas wilayah sebaran, dan lama
kejadian KLB. Selain juga untuk mencari penderita tambahan dan melakukan
intervensi guna penanggulangan KLB penyakit yang disebabkan virus hepatitis A
(HAV) tersebut.
Kasus Hepatitis di ponpes tersebut telah
terjadi selama dua bulan. Kasus pertama tercatat mulai
terjadi pada 16 Desember 2012. Berdasarkan
data yang diperoleh dari balai pengobatan pondok
pesantren sampai tanggal 9 Februari 2013
telah dilaporkan sebanyak 205 suspek dengan gejala
Hepatitis A. Gejala klinis yang dialami
suspek menjadi dasar penemuan kasus baik lama maupun
baru. Dikatakan suspek hepatitis A
apabila:
1. Terdapat
gejala klinis (demam, mual/muntah, nafsu makan menurun) dan kenaikan titer
SGOT/PT > 100.
2. Terdapat
gejala klinis ( demam, mual/muntah, nafsu makan menurun , mata kuning dan
ikterus ) meskipun tidak ada kenaikan
titer SGOT/PT.
Penyelidikan
KLB dilakukan secara epidemilogi deskriptif dimana penetapan KLB berdasarkan
distribusi kasus menurut variabel tempat, orang dan waktu. Selain menemukan
kasus, tim BBTKLPP Surabaya juga mengambil spesimen darah untuk mendapatkan
kepastian diagnosa, spesimen air bersih dan air badan air untuk menemukan faktor
risiko, melakukan pengamatan higiene sanitasi dan melakukan intervensi untuk pengendalian
faktor risiko lingkungan yang ditemukan.
Hasil
penyelidikan menunjukkan budaya kebersihan di Ponpes yang dihuni sekitar 6650
santri putra dan putri
tersebut kurang mencerminkan Pola Hidup Bersih dan Sehat. Kebiasaan yang bisa menjadi
faktor risiko kejadian Hepatitis A, yaitu :
1. Kebiasaan MCK di
sungai yang berada disepanjang pondok, Hal tersebut diakibatkan jumlah Kamar mandi/jamban yang disediakan seimbang dengan jumlah
santri.
2. Kebiasan santri setelah BAB tidak mencuci tangan dengan
sabun sehingga potensi penularan virus dapat terjadi.
3. Kebiasaan minum air langsung dari kran /sumber air
baku yang belum dimasak.
4. Kebutuhan makanan santri sebagian disediakan kantin/
dapur umum Pondok pesantren selebihnya tersedia warung/pkl warga yang berdiri
di sekitar Pondok pesantren.
Hepatitis A merupakan Food and water borne
disease, dimana makanan dan minuman merupakan media penularan Hepatitis A.
Tanggal
17 Desember 2012 merupakan awal kejadian/index case yang diderita seorang
santri. Sebelum sakit siswa tersebut dalam satu bulan terakhir tidak bepergian,
tetapi beberapa waktu sebelumnya mendapat kiriman makanan dari kunjungan orang
tua sehingga kemungkinan tertular dari luar karena makanan kiriman
tersebut. Puncak
kasus terjadi pada tanggal
2 Februari 2013 berjumlah 65 kasus.
KLB
hepatitis A bersifat common source
(kasus yang terjadi karena paparan terhadap sumber yang sama dan umum) namun dengan
adanya paparan berminggu-minggu atau hampir 2 bulan yang terjadi terus-menerus
berakibat periode KLB akan bertambah lama. Hal tersebut dimungkinkan karena
faktor risiko yang erat kaitannya dengan higiene dan sanitasi. Kasus terjadi 13
asrama putra. Kasus terbanyak terjadi pada asrama J, kemudian menyebar pada asrama H, B, C, D,
A, K. Kasus pertama/index case merupakan penghuni asrama J. Kebutuhan air
bersih 6 asrama tersebut disuplai
oleh tandon yang sama (Gedung L) dan
disediakan dalam bentuk bak/kula yang
dipakai bersama untuk mandi, cuci, dan wudhu. Perkembangan kasus terakhir pada
minggu 7 - 8 menyebar ke seluruh asrama.
Distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin menunjukkan suspek lebih
banyak berjenis kelamin laki-laki (91 %).
Adapun umur 16 – 20 tahun sebanyak 88 kasus. Jumlah kasus ini bisa bertambah
dengan adanya jumlah kasus yang tak tercatat (tanpa keterangan sex/umur/asal
asrama).
Hasil
pengujian lingkungan merupakan indikator kualitas sanitasi maupun higiene
perorangan santri dan pengelola pondok pesantren. Adapun specimen lingkungan yang diambil
meliputi air bersih sebagai air baku minum dan air badan air. Hasil uji
mikrobiologi pada sampel air yang diambil dari tandon di Gedung A/B berasal
dari sumber air di gedung L. Hasilnya menunjukkan air telah tercemar bakteri E. Coli. Demikian pula sumber air
lainnya dari sampel air yang diuji menunjukkan telah tercemar bakteri E. Coli, kecuali air dari dapur umum putra dan putri serta air sumber yang
berasal dari Banad II ( Ponpes Putri ).
Keberadaan
bakteri E Coli merupakan indikator pencemaran air melalui tinja. E. Coli adalah
flora normal di usus besar manusia. Penyakit hepatitis A menular melalui
mekanisme fecal –oral, dimana kuman dapat ditemukan pada tinja sejak 1 – 2
minggu sebelum muncul gejala dan menurun setelah gejala hilang. Proses
penularan Hepatitis lebih cepat dihubungkan dengan kebiasaan seorang santri
carrier/sakit hepatitis mandi bersama di sungai. Sumber penularan hepatitis A
yang lain adalah makanan yang tercemar. Pencemaran dapat terjadi karena penjamah
makanan , serta makanan dan minuman yang tidak dimasak. Adapun hasil
pemeriksaan air badan air menunjukkan semua parameter memenuhi batas syarat air
badan air kelas III.
Penyelidikan
epidemiologi menunjukkan air menjadi salah satu media penularan. Oleh karena
itu langkah intervensi dilakukan dengan perbaikan kualitas air yang digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari (MCK) para santri dengan memberikan bubuk kaporit
dan Chlor Diffuser pada sumber air baku yang berfungi sebagai desinfektan.
Lokasi sumber air yang diberi desinfektan antara lain dapur dan masjid.
Mencermati
kebiasaan higiene sanitasi yang menjadi faktor risiko terjadinya KLB Hepatitis
A, tim merekomendasikan pengawasan terhadap media penularan penyakit hepatitis
(makanan dan air). Hygiene dan sanitasi terhadap pengelola makanan (PKL/warung)
yang berada diluar ponpes untuk mengetahui kemungkinan adanya penyebaran
penyakit diluar lingkungan pondok perlu diawasi. Perlu dilakukan pemutusan mata
rantai penularan berupa pembersihan semua tandon dan pemberian kaporit dengan
dosis tepat secara rutin. Merubah kebiasaan higiene sanitasi perorangan santri
dan penjamah makanan perlu dilakukan dengan terus membiasakan mengkonsumsi air
minum yang sudah dimasak terlebih dahulu.
Supaya
kejadian di masa yang akan datang dapat dicegah perlu rencana tindak lanjut. Sistem
penyediaan air yang sebelumnya menggunakan bak mandi/kolah harus dirubah dalam
bentuk pancuran sehingga air terus mengalir dan berganti. Penyediaan jaringan
perpipaan lengkap dengan kran tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun yang diletakkan di dapur, kamar mandi/jamban
, tempat wudhu dan dekat sungai. Agar makanan santri lebih bersih, perlu
disediakan ruangan berlantai/ubin yang layak. Penyediaan teknologi tepat guna
pengolah air bersih/minum untuk mengolah sumber air baku bagi kebutuhan Ponpes,
dengan mempertimbangkan kapasitas dan kontiunitas terbesar dari sumber air
baku.